pasfmpati.com, Pati ; Kamis (30/10) siang, terik matahari memantul di sepanjang Jalan Diponegoro, Pati Kota. Di antara lalu-lalang kendaraan yang tiada henti, seorang pria paruh baya tampak sibuk di tepi jalan. Tangan tuanya dengan cekatan menyalakan kompresor angin, membantu seorang pengendara motor yang ingin menambah tekanan bannya. Tak lama kemudian, ia beralih melayani pembeli bensin eceran yang datang membawa botol bekas air mineral. Wajahnya tampak teduh, berkeringat, namun tetap menampilkan senyum ramah setiap kali melayani pelanggan.
Dialah Heru Prasetyo (65), warga Desa Muktiharjo, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati. Sehari-hari, ia menggantungkan hidup dari pekerjaan sebagai tukang tambal ban dan penjual bensin eceran di kawasan padat lalu lintas tersebut. Usaha kecil yang ia jalani bertahun-tahun ini menjadi sumber utama untuk menghidupi empat anggota keluarganya.
Dalam sehari, penghasilannya tak lebih dari Rp30.000. Semua tergantung dari banyaknya kendaraan yang mampir ke tempatnya. Heru tetap menjalani hari-harinya dengan sabar dan penuh syukur meski hidup dalam keterbatasan.
“Rezeki memang nggak selalu banyak, Mas, Tapi yang penting saya masih bisa kerja, bisa menafkahi keluarga, bisa makan, dan nggak ngerepotin orang lain.” ujar Heru dengan senyum kecil di wajahnya.
Heru tinggal bersama istrinya dan dua anaknya yang masih menjadi tanggungannya. Istrinya hanya mengurus rumah tangga, sementara Heru menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga. Meski hidup sederhana, ia mengaku tak pernah berhenti bersyukur. Terlebih lagi, karena ia telah terdaftar sebagai peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Ia merasa program itu bukan hanya membantu, tapi benar-benar menjadi penyelamat hidupnya dan keluarganya.
Kalau nggak ada JKN, saya nggak tahu harus bagaimana waktu sakit dulu, Saya ini orang kecil, mana mampu bayar rumah sakit. Untung ada JKN, jadi saya bisa berobat tanpa mikir biaya.” kata Heru dengan nada haru.
Dua tahun yang lalu, Heru mengalami musibah besar. ia terjatuh dan mengalami patah tulang rusuk. Kondisinya cukup parah hingga membuatnya harus menjalani perawatan intensif dalam waktu lama. Ia tak mampu membayangkan bagaimana nasibnya jika harus menanggung seluruh biaya pengobatan sendiri.
“Waktu itu saya cuma bisa pasrah, Tapi alhamdulillah semua biaya rumah sakit ditanggung JKN. Saya bisa sembuh tanpa keluar uang. Dokternya juga sabar banget ngerawat saya.” tuturnya pelan.
Selama dirawat, Heru tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun. Semua kebutuhan medis, obat, dan tindakan sudah dijamin penuh oleh program JKN. Ia merasa seperti diselamatkan di saat tidak berdaya.
“Rasanya seperti mimpi, saya ini cuma tukang tambal ban, tapi bisa dirawat sampai sembuh tanpa mikir biaya.” ucapnya,
Belum lama ini, ujian lain datang. Pandangan matanya mulai kabur hingga dokter menyarankan operasi katarak. Heru sempat cemas membayangkan biaya yang besar, namun kekhawatiran itu sirna setelah petugas BPJS Kesehatan menjelaskan bahwa semuanya dijamin JKN.
“Waktu denger begitu, saya langsung lega, Saya operasi tanpa bayar apa pun, dan sekarang mata saya sudah terang lagi. Rasanya seperti dapat hidup baru.” Tuturnya dengan mata yang terlihat berkaca – kaca menahan haru.
Bagi Heru, program JKN bukan hanya soal jaminan kesehatan gratis, tetapi bukti nyata bahwa negara hadir melindungi masyarakat kecil. Ia menyadari betul, tanpa program ini mungkin banyak warga sepertinya yang tak sanggup berobat saat sakit datang tiba-tiba.
“Sekali sakit, biayanya besar, Tapi dengan JKN, kami jadi tenang. Ada jaminan kalau sakit terjadi, dan kita tidak tau saki apa yang akan kita alami.” Ujarnya.
Ia berharap program ini bisa terus berjalan dan semakin baik kedepannya. Heru bahkan sering mengingatkan rekan-rekan sesama pekerja informal yang belum terdaftar agar menjadi peserta JKN.
“Program ini luar biasa. Saya selalu bilang ke teman-teman, kalau kita punya JKN, berarti kita punya pegangan hidup. Karena sakit itu pasti datang kapanpun dan dimanapun, dan kita harus punya Jaminan Kesehatan. JKN sudah membuktikan itu ke saya”. Tegasnya.
Kini, setelah sembuh dan penglihatannya kembali jelas, Heru kembali ke rutinitasnya di tepi jalan. Ia tetap menambal ban, menambah angin, dan menjual bensin eceran dengan semangat yang tak pernah padam. Meskipun tubuhnya tak lagi sekuat dulu, ia merasa hidupnya kini jauh lebih tenang dan bermakna.
“JKN itu seperti teman yang selalu ada saat saya butuhkan, Saya cuma bisa berterima kasih dan berdoa semoga program ini tetap ada. Karena tanpa JKN, saya tak tahu bagaimana nasib kesehatan saya.” ,” tuturnya sambil menatap langit.
Bagi Heru, JKN bukan sekadar program, melainkan wujud nyata kepedulian negara terhadap rakyat kecil. Ceritanya menjadi pengingat bahwa perlindungan kesehatan adalah hak setiap warga, tanpa memandang status sosial dan kemampuan ekonomi.(*)
 
								 
															


