pasfmpati.com, Justoknow: Budaya cangkrukan, yang dulu menjadi bagian integral dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia, kini mulai tergerus oleh modernisasi dan penggunaan gadget. Cangkrukan merujuk pada tradisi berkumpul dan bercengkerama secara santai dengan teman-teman, keluarga, atau masyarakat di warung kopi, teras rumah, atau tempat umum lainnya. Pada masa lalu, kegiatan ini menjadi ajang untuk berbagi cerita, berdiskusi, hingga membahas masalah sosial. Namun, perkembangan teknologi dan kecenderungan masyarakat yang semakin terhubung dengan dunia digital mulai mengubah cara orang berinteraksi.
Sebagai bagian dari budaya lisan, cangkrukan adalah sarana penting untuk menjaga hubungan sosial. Di dalam cangkrukan, orang bisa saling mengenal lebih dalam, berbagi pengalaman, dan mempererat tali persaudaraan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Suryadi (2021) dalam jurnal Cultural Shifts in Urban Indonesia menyebutkan bahwa cangkrukan bukan hanya sekadar kegiatan santai, melainkan juga bentuk solidaritas yang mencerminkan kekuatan komunitas. Namun, seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, interaksi tatap muka mulai tergantikan dengan percakapan di dunia maya.
Masyarakat kini lebih memilih menggunakan gadget untuk berkomunikasi, baik melalui media sosial, pesan instan, maupun video call. Fenomena ini tidak hanya terjadi di kota besar, tetapi juga mulai menjalar ke daerah-daerah yang lebih terpencil. Gadget dan internet telah membuat jarak fisik tidak lagi menjadi penghalang untuk berinteraksi. Menurut peneliti dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Aulia Rahmawati (2022), teknologi memfasilitasi komunikasi yang lebih cepat, namun juga berisiko mengurangi kedalaman hubungan interpersonal yang sebelumnya terjalin dalam cangkrukan.
Proses pergeseran ini tidak hanya melibatkan individu, tetapi juga dampaknya terlihat dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Dalam cangkrukan, ada kedekatan fisik dan emosional yang tidak bisa digantikan oleh komunikasi digital. Keberadaan teknologi yang semakin maju membuat orang cenderung terfokus pada layar ponsel, sehingga mereka lebih sedikit meluangkan waktu untuk berinteraksi secara langsung. Akibatnya, budaya cangkrukan yang dulu begitu hidup kini mulai memudar, terutama di kalangan generasi muda.
Anak-anak muda zaman sekarang lebih banyak menghabiskan waktu di media sosial, di mana mereka bisa bertemu teman baru atau mengikuti tren terkini. Menurut pengamat budaya, Prof. Muhammad Hidayat (2020), generasi muda kini lebih tertarik pada hiburan yang bersifat individual seperti bermain game online atau menonton video di platform seperti YouTube dan TikTok. Ini berbeda dengan tradisi cangkrukan yang mengedepankan kebersamaan dan interaksi tatap muka yang lebih intim. Budaya digital memberikan kenyamanan dalam berkomunikasi, tetapi juga menciptakan jarak sosial.
Perubahan ini juga dipengaruhi oleh pola hidup yang semakin sibuk. Dalam kehidupan urban yang serba cepat, orang lebih memilih efisiensi dan kenyamanan dalam berkomunikasi, yang membuat mereka lebih cenderung menggunakan aplikasi pesan instan daripada meluangkan waktu untuk berkumpul secara langsung. Cangkrukan yang dulunya menjadi sarana untuk mengurangi rasa jenuh kini dianggap sebagai aktivitas yang memakan waktu dan kurang produktif. Dalam masyarakat yang terus bergerak maju, rasa urgensi untuk melakukan pekerjaan sering kali mengalahkan kebutuhan akan waktu luang bersama orang lain.
Namun, meskipun budaya cangkrukan mulai menghilang, beberapa pihak berupaya melestarikan tradisi ini. Di beberapa daerah, terutama di desa-desa atau kota-kota kecil, cangkrukan masih dipraktikkan dengan hangat. Komunitas-komunitas tertentu bahkan mulai mengadakan acara cangkrukan sebagai upaya untuk menghidupkan kembali budaya lokal yang mulai punah. Menurut survei yang dilakukan oleh lembaga riset budaya, Yayasan Budaya Indonesia (2023), hampir 40% masyarakat Indonesia masih menganggap penting nilai-nilai yang terkandung dalam cangkrukan, seperti solidaritas, kebersamaan, dan berbagi pengetahuan.
Pada akhirnya, meskipun gadget dan teknologi digital telah membawa dampak besar terhadap cara berkomunikasi, penting untuk menyadari bahwa interaksi sosial langsung dalam bentuk cangkrukan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan sosial masyarakat. Oleh karena itu, kita perlu mencari cara untuk mengimbangi kemajuan teknologi dengan pelestarian budaya yang mempererat hubungan antar individu. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Hidayat, “Teknologi bisa menjadi alat untuk memperkuat hubungan, namun hubungan yang sejati tetap terjadi dalam pertemuan langsung.” Oleh karena itu, menjaga tradisi cangkrukan adalah upaya penting untuk menjaga keseimbangan antara kemajuan zaman dan nilai-nilai budaya yang telah membentuk masyarakat Indonesia.(*)